Kerajaan Islam Pertama Nusantara, Pasai atau Perlak? (Bagian 1)

Kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan Peureulak (Perlak) di Aceh, sering disebut sebagai kesultanan Islam pertama di Indonesia. Sebenarnya mana yang lebih dahulu ada? Berikut ini sejarahnya dirangkum dari berbagai sumber.
Keterangan foto: Lonceng Cakra Donya, salah satu peninggalan Kerajaan Samudera Pasai (sumber: sadeada.com)
SURABAYA – BQ | Dalam buku “Tinggalan Sejarah Islam Samudra-Pasai: The remains of Samudra-Pasai” karya Taqiyuddin Muhammad dijelaskan, nama Samudera biasanya dihubungkan dengan Pasai. Samudera Pasai juga disebut Pasai saja masih perlu penelitian yang lebih seksama.
Menurut kumpulan Hikayat Raja-Raja Pasai maupun Sulatus Salatin (karya dalam bahasa Melayu menggunakan abjad Jawi atau Arab pegon), Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 Masehi. Bukti-bukti arkeologis keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Kecamatan Samudera, Aceh Utara.
Makam ini terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat Kerajaan Samudera di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, sekitar 17 km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai pertama.
Malik al-Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah ia masuk Islam. Sebelumnya, Meurah Silu berasal dari keluarga bangsawan yang pernah menguasai daerah Pasai, beragama Hindu. Dia menjadi mualaf setelah bertemu ulama serta pedagang dari Timur Tengah.
Setelah itu, Meurah Silu mulai mempelajari agama Islam. Pada 1267 Meurah Silu mendirikan kerajaan Islam dan meminta Syarif Ismail dari Mekkah untuk menobatkannya sebagai raja. Meurah Silu bergelar Sultan Malik al-Saleh dan berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M).

Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan luar. Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat perniagaan penting di kawasan itu. Hal itu tak bisa dilepaskan dari letaknya yang strategis di sepi Selat Malaka. Sehingga menjadi tempat persinggahan bagi pedagang internasional.
Pasai dikunjungi para saudagar dari berbagai negeri seperti China (Tiongkok), India, Siam, Arab, dan Persia. Komoditas utamanya adalah lada, kapur barus, emas, dan sutra. Sebagai bandar perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan mata uang emas yang disebut dirham.
Di samping sebagai pusat perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat perkembangan agama Islam. Sultan Malik Al-Shaleh disebut menjadi satu-satunya raja yang dapat membaca Al-Qur’an pada abad ke-13.
Baca juga: Diteliti, Mitos Ki Onggoloco dan Konservasi Hutan Wonosadi
Mengawini Putri Raja Perlak
Setelah pertahanannya kuat, Samudera Pasai meluaskan daerah kekuasaannya. Kemudian Sultan Malik Al-Saleh mengawini putri Raja Perlak. Kerajaan Perlak pada akhirnya digabungkan ke Kerajaan Samudera Pasai oleh putranya, Sultan Muhammad Malikul Zahir, pada tahun 1292 M. Juga pada era Malik az-Zahir inilah mata uang dirham diberlakukan.
Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan al-Malik Zahir II. Saat itulah perniagaan mencapai puncak kemajuan. Saat itu, Abu Abdullah Ibn Batuthah, musafir Maroko, singgah ke negeri ini pada tahun 1345 dalam perjalanan ke China.
Battuthah (1304–1368) menuliskan pengalamannya dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur). Dia menceritakan bahwa sultan adalah orang yang taat pada ajaran Islam yang disampaikan Nabi Saw. Sang Sultan membicarakan masalah agama dalam Mazhab Syafi’i. Juga diceritakan bahwa Samudera Pasai merupakan pelabuhan penting.

Kemunduran Kerajaan Pasai
Kemunduran Kerajaan Pasai diawali sejumlah penyerbuan. Antara lain oleh Kerajaan Siam. Setelah itu, Kerajaan Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1377 M. Hayam Wuruk dari Majapahit khawatir atas kemajuan Kerajaan Samudera Pasai, terutama di bidang perniagaan dan penyebaran Islam. Majapahit pun melancarkan serbuan hingga berhasil menaklukkan Pasai.
Selain itu, terjadi juga peperangan antara Samudera Pasai dengan tentara Nuku (Kerajaan Tidore) pada tahun 1406 M.
Dikutip dari Wikipedia, dalam catatan Tiongkok, putra Zainal Abidin, yang seharusnya berhak menduduki takhta kerajaan, tidaklah merasa senang hati karena seorang nelayan berhasil merebut takhta kerajaan. Nelayan itu dibunuhnya, ia pun naik takhta yang memang sudah menjadi haknya.
Raja Iskandar, anak dari Raja Pasai, dibawa oleh Panglima Cheng Ho pada 1412 untuk mengunjungi Tiongkok dan datang menghadap Maharaja Tiongkok. Namun, Raja Iskandar malah terbunuh. Sejak itu, hubungan Pasai dan Tiongkok merenggang. Kunjungan terakhir Pasai ke Tiongkok tercatat pada 1434.
Sementara itu, Malaka mulai naik, sedangkan Pasai mulai turun. Pelabuhan Pasai berangsur sepi, pantainya mulai dangkal, kapal-kapal lebih banyak berlabuh di pelabuhan Malaka. Sejak saat itu, pusat kegiatan Islam pindah dari Pasai ke Malaka.
Fatahillah Dirikan Kesultanan Banten
Pada tahun 1521, Portugis berhasil mendarat di wilayah Kesultanan Pasai lalu menyerang dan menguasai wilayahnya. Kondisi ini membuat banyak penduduk Kesultanan Pasai meninggalkan kampung halaman. Mereka merantau ke pusat kekuasaan Majapahit di bagian timur Pulau Jawa.
Salah seorang warga Pasai yang datang ke Jawa adalah Faletehan (Fatahillah/Syarif Hidayatullah). Di Jawa, ia berkarir sebagai panglima perang Kesultanan Demak dan berhasil mengalahkan kerajaan Galuh dan Pajajaran.
Akhirnya, ia mendirikan kesultanan Banten dan Cirebon. Fatahillah juga sukses mengalahkan pasukan Portugal di Sunda Kelapa dengan gabungan pasukan Demak-Cirebon pada 22 Juni 1527. Hari itu kemudian diperingati sebagai hari lahir Kota Jakarta.
Baca juga: Hayam Wuruk Jadi Raja Usia 16 Tahun, Suka Menari dan Melawak
Raja-Raja Samudera Pasai
Berikut adalah daftar raja di Kerajaan Samudera Pasai:
- Sultan Malikul Saleh (1267-1297 M)
- Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M)
- Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1326 ± 1345 M)
- Sultan Malik Az-Zahir (?-1346 M)
- Sultan Ahmad Malik Az-Zahir (ca. 1346-1383 M)
- Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir (1383-1405 M)
- Sultanah Nahrasiyah (1405-1412 M)
- Sultan Sallah Ad-Din (ca. 1402-?)
- Sultan Abu Zaid Malik Az-Zahir (?-1455 M)
- Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (ca. 1455-ca. 1477 M)
- Sultan Zain Al-‘Abidin (ca. 1477-ca. 1500 M)
- Sultan Abdullah Malik Az-Zahir (ca. 1501-1513 M)
- Sultan Zain Al’Abidin (1513-1524 M)
Keterangan: ca. kependekan dari circa, yang berarti kira-kira atau sekitar.

Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai
Dikutip dari buku Tinggalan Sejarah Samudera Pasai oleh CISAH (2014), ditemukan tiga batu nisan bersurat. Dua di antaranya di Leubok Tuwe, Meurah Mulia. Satunya di Matang Ulim. Tulisan di batu nisan itu menggambarkan adanya pemerintahan Islam pada pertengahan abad ke-7 Hijriah atau 13 Masehi.
Terdapat relief lampu (misykah) yang menjantungkan kalimat Tauhid pada batu nisan. Tauhid merupakan penerang jalan hidup. Dinyalakan Samudera Pasai melalui syiar dan dakwah dalam rangka memperluas negeri Islam di Asia Tenggara. Hal ini juga menjadi tugas utama dari para penguasa Samudera Pasai selama lebih dari tiga abad berkuasa.
Selain peninggalan tersebut, juga ada peninggalan lainya yang dirinci seperti berikut:
- Gerabah Lokal, Keramik Asing, serta Benda Logam
- Koin Dirham Samudera Pasai
- Lonceng Cakra Donya
- Stempel Sultan al-Malik az-Zhahir
- Hikayat Raja-Raja Pasai
- Naskah Surat Sultan Zainal Abidin
- Tradisi Peutroen Aneuk. (hkm/bersambung)

